Senin, 02 Juni 2014

Tahapan Produksi Benih Hibrida



  
Produksi benih padi hibrida mencakup dua tahap, yaitu produksi galur tetua dan galur hibrida. Tiga galur tetua yaitu galur mandul jantan (A) atau CMS (Cytoplasmic Male Sterile) sebagai tetua betina, galur pelestari (B) atau maintainer untuk melestarikan keberadaan CMS dan galur restorer (R) sebagai tetua jantan. Ketiga galur tetua tersebut akan diperbanyak untuk kegitan produksi benih hibrida. Menurut Abdullah (2003) Benih hibrida didapat dari persilangan antara CMS dan Restorer.
Benih restorer berasal dari hasil persilangan dua padi lokal yang berbeda. Kedua padi lokal tersebut memiliki sifat yang bagus seperti tingkat produksitivitas yang tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit. Hasil persilangan F1 untuk tetua restorer ini, benihnya ditanam kembali sebagai tanaman F2 dan F3. Pada level F2 dan F3 diseleksi tanaman padi yang sesuai dengan kritera yang diinginkan. Sedangkan padi F4 pada umumnya tidak perlu dilakukan seleksi lagi. Padi F4 kemudian digunakan sebagai tetua restorer dari padi hibrida. Sedangkan padi galur CMS digunakan sebagai tetua betina, karena padi CMS secara genetik sudah mandul jantan atau steril jantan. Padi CMS yang digunakan berasal dari luar yaitu dari India dan Cina. Maintener berfungsi sebagai pelestari atau penambah sifat genetik dari CMS. Menurut Harahap (1982) metode persilangan pada CMS menggunakan metode back crossing atau silang balik penggunaannya lebih ditekankan pada perbaikan sifat yang diperoleh dari hasil persilangan. Silang balik digunakan saat terdapat kekurangan salah satu sifat yang diinginkan. Biasanya sifat yang diinginkan atau diperlukan diperoleh dari salah satu tetua. Untuk mendapatkan sifat tersebut maka dilakukan back crossing.
   Padi hibrida ialah hasil dari persilangan antara restorer dengan CMS.  Hal tersebut telah sesuai dengan literatur bahwa CMS bersifat mandul jantan, produksi benihnya dilakukan melalui persilangan CMS x B. Galur B dan R bersifat normal atau fertil, produksi benihnya dilakukan seperti pada padi inhibrida.
   Hasil persilangan antara restorer dan CMS (F1) akan diserahkan ke bagian produksi untuk diperbanyak dan diseleksi yang kualitasnya bagus dengan karakterisasi jumlah anakan banyak, jumlah bulir banyak dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Metode yang digunakan oleh bagian produksi yaitu metode budidaya tanaman padi seperti pada umumnya yaitu dari persemaian sampai panen.  Hasil panen tersebut akan ditanam kembali, kemudian setelah umur 15 hst akan digunakan sebagai bibit untuk uji multilokasi.Uji multilokasi ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat ketahanan dan produksi tanaman padi hibrida dari kegiatan perakitan selama ini, serta memperkenalkan hasil perakitan padi hibrida baru dikalangan petani. Pada uji multilokasi ini dilakukan sistem perjanjian dalam penyewaan lahan milik petani. Hasil panen dari uji multilokasi ini akan diserahkan kepada pemilik lahan atau petani sedangkan dari pihak pemulia hanya meminta sebagian sampel saja. Sampel yang diambil dari hasil uji multilokasi tersebut yaitu padi yang pertumbuhannya optimal, jumlah bulir banyak, jumlah anakan banyak dan tahan terhadap hama penyakit. Akan tetapi jika ditemukan kasus di lapang, seperti pertumbuhan bagus tapi tidak tahan terhadap serangan hama atau penyakit baru, maka perlu adanya perbaikan sifat dengan cara penambahan sifat pada CMS yaitu dengan cara back crossing seperti yang telah dijelaskan di atas.
Jika padi hibrida yang dihasilkan dari hasil seleksi atau uji multilokasi tadi telah sesuai dengan yang diinginkan pemulia, maka hasil sampel tersebut diserahkan ke bagian produksi untuk diperbanyak kemudian akan diserahkan ke bagian marketing untuk uji lahan serta kelayakan sertifikasi.  
(semoga bermanfaat, salah satu ilmu yang diperoleh dari kegiatan magang kerja)

Tidak ada komentar: