Produksi benih padi hibrida mencakup dua tahap, yaitu produksi galur tetua dan galur hibrida. Tiga galur tetua yaitu galur mandul jantan (A) atau CMS (Cytoplasmic Male Sterile) sebagai tetua betina, galur pelestari (B) atau maintainer untuk melestarikan keberadaan CMS dan galur restorer (R) sebagai tetua jantan. Ketiga galur tetua tersebut akan diperbanyak untuk kegitan produksi benih hibrida. Menurut Abdullah (2003) Benih hibrida didapat dari persilangan antara CMS dan Restorer.
Benih restorer
berasal dari hasil persilangan dua padi lokal yang berbeda. Kedua padi lokal
tersebut memiliki sifat yang bagus seperti tingkat produksitivitas yang tinggi
dan tahan terhadap hama dan penyakit. Hasil persilangan F1 untuk tetua restorer
ini, benihnya ditanam kembali sebagai tanaman F2 dan F3. Pada level F2 dan F3
diseleksi tanaman padi yang sesuai dengan kritera yang diinginkan. Sedangkan
padi F4 pada umumnya tidak perlu dilakukan seleksi lagi. Padi F4 kemudian
digunakan sebagai tetua restorer dari padi hibrida. Sedangkan padi galur CMS
digunakan sebagai tetua betina, karena padi CMS secara genetik sudah mandul
jantan atau steril jantan. Padi CMS yang digunakan berasal dari luar yaitu dari
India dan Cina. Maintener berfungsi sebagai pelestari atau penambah sifat
genetik dari CMS. Menurut Harahap (1982) metode persilangan pada
CMS menggunakan metode back crossing atau silang balik
penggunaannya lebih ditekankan pada perbaikan sifat yang diperoleh dari hasil
persilangan. Silang balik digunakan saat terdapat kekurangan salah satu sifat
yang diinginkan. Biasanya sifat yang diinginkan atau diperlukan diperoleh dari salah
satu tetua. Untuk mendapatkan sifat tersebut maka dilakukan back crossing.
Padi hibrida ialah hasil dari persilangan
antara restorer dengan CMS. Hal tersebut telah sesuai dengan literatur
bahwa CMS bersifat mandul jantan, produksi benihnya dilakukan melalui persilangan
CMS x B. Galur B dan R bersifat normal atau fertil, produksi benihnya dilakukan
seperti pada padi inhibrida.
Hasil persilangan antara restorer dan CMS
(F1) akan diserahkan ke bagian produksi untuk diperbanyak dan diseleksi yang kualitasnya
bagus dengan karakterisasi jumlah anakan banyak, jumlah bulir banyak dan tahan
terhadap serangan hama penyakit. Metode yang digunakan oleh bagian produksi
yaitu metode budidaya tanaman padi seperti pada umumnya yaitu dari persemaian
sampai panen. Hasil panen tersebut akan
ditanam kembali, kemudian setelah umur 15 hst akan digunakan sebagai bibit
untuk uji multilokasi.Uji multilokasi ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat ketahanan dan produksi
tanaman padi hibrida dari kegiatan perakitan selama ini, serta memperkenalkan
hasil perakitan padi hibrida baru dikalangan petani. Pada uji multilokasi ini
dilakukan sistem perjanjian dalam penyewaan lahan milik petani. Hasil panen
dari uji multilokasi ini akan diserahkan kepada pemilik lahan atau petani
sedangkan dari pihak pemulia hanya meminta sebagian sampel saja. Sampel yang
diambil dari hasil uji multilokasi tersebut yaitu padi yang pertumbuhannya
optimal, jumlah bulir banyak, jumlah anakan banyak dan tahan terhadap hama
penyakit. Akan tetapi jika ditemukan kasus di lapang, seperti pertumbuhan bagus
tapi tidak tahan terhadap serangan hama atau penyakit baru, maka perlu adanya
perbaikan sifat dengan cara penambahan sifat pada CMS yaitu dengan cara back crossing seperti yang telah
dijelaskan di atas.
Jika padi hibrida yang dihasilkan dari hasil seleksi atau uji
multilokasi tadi telah sesuai dengan yang diinginkan pemulia, maka hasil sampel
tersebut diserahkan ke bagian produksi untuk diperbanyak kemudian akan
diserahkan ke bagian marketing untuk uji lahan serta kelayakan
sertifikasi.
(semoga bermanfaat, salah satu ilmu yang diperoleh dari kegiatan magang kerja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar