Assalamualaikum
Wr. Wb.
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Produksi Benih Aspek HPT yang
berjudul Preferensi Sitophilus
oryzae Terhadap Beberapa Jenis Beras Serta Evaluasi Kesehatan Benih Jagung
Dan Kedelai Patogen Benih. Pada kegiatan
praktikum pengamatan dilakukan masing-masing selama kurang lebih 2 minggu di
Laboratorium, Gedung HPT, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Penulisan
laporan ini bertujuan untuk membahas hasil praktikum yang dilakukan selama ini.
Dalam penulisan laporan praktikum Teknologi Produksi Benih Aspek HPT ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, Penulis menerima kritik dan sarannya demi
penyempurnaan pembuatan laporan untuk kedepannya.
Saya berterimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan praktikum
Teknologi Produksi Benih Aspek HPT. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan
yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Malang, 28
Mei 2012
I.PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hama
merupakan semua binatang atau organisme yang aktifitasnya menimbulkan kerusakan
pada tanaman dan menimbulkan kerugian secara ekonomis. Salah satu jenis hama
yang menyerang tanaman adalah hama jenis serangga (Insekta). Jenis hama
serangga tidak hanya dijumpai di ladang ataupun di sawah, akan tetapi hama
serangga dapat pula di jumpai pada bahan-bahan simpanan di gudang.
Hama gudang
hidup dalam ruang lingkup yang terbatas, yakni hidup dalam bahan-bahan simpanan
di gudang. Umumnya hama gudang yang sering dijumpai adalah dari ordo Coleoptera
(bangsa kumbang), seperti Tribolium sp., Sitophilus oryzae, Callocobruchus
chinensis, Sitophilus zaemays, Necrobia rufipes dan lain-lain.
Dalam praktikum kali ini akan
membahas lebih jauh mengenai preferensi Sitophilus oryzae terhadap beberapa jenis beras, yaitu beras
IR 64, dan raskin. Digunakan beberapa jenis beras karena untuk menjadi
pembanding beras manakah yang paling disukai oleh Sitophilus oryzae.
Selain itu akan dibahas pula mengenai kesehatan benih, khususnya pada benih
jangung dan kedelai terhadap patogen benih.
Menurut Winarno (2006), suatu bahan dianggap rusak
bila menunjukan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima
secara normal oleh panca indera atau parameter yang biasa digunakan manusia.
Berdasarkan keawatannya bahan pangan dapat digolongkan menjadi tiga golongan
yaitu: tahan lama, mudah rusak dan semi perishable. Setelah dipanen, biasanya
bahan pangan perlu disimpan, baik digudang atau di tempat penyimpanan lainnya.
Selam penyimpanan, bahan pangan tersebut dapat mengalami kerusakan yaitu
tergantung jenis produk yang disimpan dan cara penyimpanannya. Kerusakan ini
bisa disebabkan oleh salah satunya adalah hama gudang.
Menururt Karatasapoetra (1991),
perlu dijelaskan bahwa hama-hama yang terdapat dalam gudang tidak hanya
menyerang produk yang baru dipanen daja melainkan juga produk industri hasil
pertanian tersebut. Produk tanaman yang disimpan dalam gudang yang terserang
hama tidak hany terbatas pada produk biji-bijian melulu melainkan pula produk
betupa daun-daunan dan kayu-kayuan/kulit kayu. Ini menjelaskan bahwa hama
gudang juga perlu diperhatikan dalam penanganannya.
Tindakan penanganan ini digunakan
untuk mengurangi kerugian-kerugian yang diakibatkan merajalelanya ham terhadap
produk dalam simpanan. Tindakan-tindakan tersebut adalah tinadakan preventif
dan kuratif. Tindakan preventif merupakan tinadakan pencegahan, yang biasanya
dilakukan sebelum produk tanaman itu dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan
(gudang), dalam hal ini biasanya meliputi: Tindakan karantina, Usaha penyempurnaan
pengepakan, Usaha sanitasi, Usaha perbaikan fisis dan Usaha secara kimia.
Sedangkan tindakan kuratif
biasanya merupakan usaha untuk mengatasi dan memberantas hama yang telah
mengganas melakukan pengrusakan terhadap produk tanaman yang tersimpan pada tempat
pentimpanan atau gudang, biasanya tindakan ini merupakan tindakan langsung
terhadap hama-hamanya, sehingga benar-benar dapat dilumpuhkan atau dibinasakan.
Tindakan kuratif meliputi beberapa cara, yaitu:Cara fisis, Cara penggunaan
sarana perangkap, Cara mekanis, Cara kimiawi dan Cara biologis.
Berdasarkan penjelasan tersebut
penanganan akan hama gudang sangatlah perlu dilakukan untuk mengurangi kerusaka
kualitas dan penurunan kuantitas produk pertanian dalam penyimpanannya. Oleh
karena itu perlu dilakukan identifikasi terhadap sifat, karakteristik serta
morfologi dari hama gudang tersebut. Supaya nantinya dapat dilakukan penanganan
yang tepat dalam melakukan kegiatan preventif dan kuratif.
Banyak
jasad renik yang terbawa oleh benih bersifat fatogenetik. Penyakit yang
ditimbulkan oleh jasad renik tersebut dapat menyerang benih, kecambah, tanaman
muda maupun tanaman dewasa. Usaha tani harus menggunakan benih yang bebas dari
jasad renik yang bersifat fatogenetik untuk mencegah atau mengurangi gangguan
penyakit tersebut.
Di
samping menjadi sumber infeksi bagi tanaman yang berasal dari benih itu
sendiri, jasad renik patogen tersebut dapat sumber infeksi bagi tanaman
disekitarnya, bahkan juga ke daerah lain. Menurut Sutopo (2002) pentingnya uji
kesehatan benih dilakukan adalah karena penyakit pada benih dapat mengganggu
perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan
kuantitas hasil, benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke
daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya.
Uji kesehatan benih penting dilakukan adalah karena
penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan
demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil, benih dapat menjadi pengantar
baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak ada
sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan serangga (hama lapang
dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh benih dapat merusak
tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih fatogen akan terdekteksi dan
dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut.
1.2 Tujuan
1. Untuk
mengetahui hama (serangga) pasca panen.
2. Untuk
mengetahui patogen benih jagung dan kedelai.
1.3 Manfaat
Praktikan dapat membedakan beberapa
jenis beras yang paling disuka oleh Sitophilus oryzae serta dapat mengetahui jenis
patogen yang menyerang benih jagung dan kedelai.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama (Serangga)
Pasca Panen
Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur
serangga hama pasca panen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan.
Laju populasi serangga dapat meningkat sebagai hasil dari masa perkembangan
yang singkat, ketahanan hidup yang meningkat atau produksi telur yang lebih
banyak. Dalam kondisi normal, gudang adalah sumber makanan sehingga
permasalahan utama bagi serangga adalah suhu dan kadar air/kelembaban.
Dahulu pada
saat petani bercocok tanam dengan cara nomaden hama pasca panen sangat sedikit
sekali ditemui mereka bertahan hidup dengan tumbuh pada biji-bjian, seresah,
kayu bekas pohon ,kotoran binatang,tanah dan terbawa oleh binatang lain seperti
burung dan tikus. Pada saat itu nenek moyang kita bertani hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, jadi hasil panen mereka tidak memerlukan perlakuan
khusus dalam system penyimpanannya. Namun seiring dengan berkembangnya jaman
yang menyebabkan hasil pertanian tidak hanya untuk kebutuhan sehari- hari
melainkan juga karena desakan ekonomi yang didukung melimpahnya pakan,
terjadinya kelangkaan air dan berkembangnya perlakuan dalam system penyimpanan,
para petani mulai menyimpan hasil panen mereka pada tempat penyimpanan yang
biasa kita sebut gudang. Pengertian
gudang dapat dikemukakan bahwa gudang tidak hanya terbatas pada wujud suatu
bangunan yang dapat dipergunakan untuk menyimpan produk pertanian yang biasanya
tertutup rapat, melainkan pula meliputi setiap tempat penyimpanan, tempat
apapun tanpa memperdulikan bentuk, ukuran serta letaknya yang ada kaitannya
dengan hama gudang dapat dianggap sebagai gudang. Menurut Franklin G. Moore
dalam “Production Control” (1961), gudang pada umumnya terbagi atas gudang
terbuka dan gudang tertutup. Pada gudang terbuka biasanya ditempatkan
bahan-bahan yang baru diambil, guna melindunginya sebelum dilakukan proses
pemilihan atau sebelum dilemparkan pada pedagang dan konsumen, nilai dari
bahan-bahan di sini dapat dianggap masih dalam transisi untuk dipersiapkan agar
dapat dimasukkan gudang tertutup. Gudang tertutup adalah suatu tempat tertutup
yang keadaan di dalamnya lebih terpelihara, bahan-bahan yang disimpan ditempat
ini biasanya yang telah disortir dan memperoleh pengolahan-pengolahan, seperti
pengeringan, pembersihan dari berbagai kotoran dan biasanya ditempatkan lagi
dalam tempat-tempat yang khusus (bakul, peti, karung, belek dan lain
sebagainya). Jadi hama gudang akan tetap ada walaupun bahan disimpan dalam
gudang tertutup dan telah mengalami beberapa pengolahan sebelumnya.
Berbagai hama dalam gudang dapat
diklasifikasikan menurut beberapa sifat dan morfologi dari hama tersebut.Yang
dimaksud dengan klasifikasi atau penggolongan ialah pengaturan individu dalam
kelompok, penyusunan kelompok, penyusunan kelompok dalam suatu sistem, data
individu dan kelompok menentukan hama itu dalam sistem tersebut. Letak hama itu
dalam sistem sudah memperlihatkan sifatnya.
Berdasarkan hasil penggolongan
para taksom, hama gudang yang penting terbatas pada serangga, burung dan
mamalia. Yang terbatas pada serangga tergolong dalam 2 ordo yaitu Coleoptera dan Lepidoptera. Hama gudang yang tergolong dalam ordo luar kedua ordo
tersebut merupakan hama gudang yang kurang penting, artinya sifat kerusakannya
merupakan pengotoran pada bahan simpanan, seperti: Mites (kelas Arachnoidea, ordo Acarina), Kecoak (ordo Orthoptera), Renget/gegat
(ordo Thysanura), Collembola (ordo
Collembola), Semut (ordo Hymenoptera)
dan lain-lain, akan tetapi walaupun hama yang kurang penting daya perusakannya
dan hanya bersifat pengotorannya saja, kalau terlalu banyak populasinya
tentunya pengotoran yang dilakukannya akan menimbulkan kerugian yang cukup
besar.
Menurut Linsley tahun 1944,
hama pasca panen dapat dikelompokkan menjadi delapan, yaitu:
1.
Spesies yang menginvestasi
biji-bijian, yaitu spesies dari family Gelechiidae
,Bruchidae dan Curculionidae
2.
Spesies pemakan jamur, yaitu ordo Lepidoptera dan Coleoptera
3.
Spesies pemakan tanaman mati, yaitu
larva ngengat yang termaduk dalam family Phytidae
4.
Spesies pemakan binatang mati yaitu
kumbang dari family Dermestidae dan
beberapa jenis ngengat dari family Tineidae
5.
Cucujidae dan Tenebrionidae (Tribolium spp., Cryptoleste sp., Tenebroides
mauritanicus, Palorus sp., Gnatocerus sp. Dan Latheticus sp.)
6.
Penggerek binatang dan pemakan kayu,
yaitu beberapa spesies serangga dalam famili Anobiidae yaitu Lasoderma serricorne dan Stegobium panecium dan famili
Bostrichidae yaitu Rhyzopertha dominica.
7.
Scavenger pada sarang serangga lain,
contohnya sarang tawon, dalam famili Galleriidae,
Phycitidae, Ptinidae dan Dermesitidae.
8.
Predator dan Parasitoid, dalam ordo Hemiptera (kepik), Diptera dan Hymenoptera
(tawon).
Hingga batas tertentu,
kenaikan suhu lingkungan meningkatkan aktivitas makan. Hal ini menjelaskan
sebagian pengaruh suhu terhadap pemendekan masa perkembangan serangga
pascapanen. Fluktuasi suhu harian juga berpengaruh. Serangga yang hidup pada
suhu konstan tinggi masa perkembangannya lebih singkat daripada suhu
fluktuatif (walaupun dengan rata-rata suhu yang sama tinggi). Sementara itu
pada suhu konstan rendah, masa perkembangannya lebih lama dibandingkan suhu
fuktuatif dengan rata-rata sama rendah.
Seperti
dijelaskan sebelumnya, suhu lingkungan dan kelembaban di penyimpanan bisa saja
sebagai sebab atau akibat dari keberadaan hama. Serangga membutuhkan kisaran
suhu dan kelembaban optimum untuk perkembangannya. Sementara itu metabolisme
serangga juga menghasilkan kalor dan uap air ke lingkungannya. Terakhir,
misalnya pada Sitophilus dan Tribolium terdapat variasi masa
perkembangan antarindividu yang cukup besar. Keragaman intrinsik seperti ini
biasanya menguntungkan secara ekologis.
Serangga biasanya memiliki kisaran suhu optimum. Sedikit saja di luar
kisaran suhu tersebut, terjadi penurunan populasi yang sangat besar Contohnya
pada Tribolium, suhu optimum pertumbuhan adalah 25-37.5˚C. Ketahanan
hidup akan turun drastis di luar kisaran tersebut.
(Kartasapoetra, 1991)

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
|
Family : Curculionidae
Genus : Sitophilus
Species : Sitophilus oryzae
(Kalshoven,
1981)
2.1.3 Morfologi Sitophillus
oryzae
Kumbang beras (Sitophilus oryzae)
dewasa berwarna coklat tua, dengan bentuk tubuh yang langsing dan agak pipih. S. oryzae
berukuran kecil sekitar 2-3 mm. Pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang
menyerupai gigi gergaji. Bentuk kepala menyerupai segitiga. Moncongnya
memiliki panjang 1 mm hampir sepertiga panjang tubuhnya. Protoraksnya sangat
kuat dan elitranya memiliki kolom cekungan. Pada sayap depannya terdapat garis-garis membujur yang
jelas. Terdapat 4 bercak berwarna kuning agak kemerahan pada sayap bagian
depan, 2 bercak pada sayap sebelah kiri, dan 2 bercak pada sayap sebelah kanan.
Panjang tubuh kumbang dewasa ± 3,5-5 mm, tergantung dari tempat hidup larvanya.
Larva kumbang tidak berkaki, berwarna putih atau jernih dan ketika bergerak
akan membentuk dirinya dalam keadaan agak membulat.
(Pracaya, 1991).
2.1.4 Biologi Sitophillus
oryzae
Sitophilus
oryzae betina dewasa dapat bertelur rata – rata empat
telur per hari dan dapat hidup empat hingga lima bulan. Siklus hidup penuh S.
oryzae berkisar antara 26 hingga 32 hari selama musim panas. Pada musim
dingin siklus hidup ini akan semkain panjang. Telus akan menetas setelah
berumur tiga hari. Larva menggerogoti bagian dalam biji atau buah selama 18
hari. Pupa S. oryzae tergolong dalam pupa telanjang. Fase pupa terjadi
selama enam hari. Serangga dewasa akan tinggal didalam buah selama buah
mengeras dan mulai matang
(Koehler,
2012).
2.1.5 Penjelasan Mengenai
Beberapa Jenis Beras Yang Digunakan
»
IR 64
Varietas
padi sawah ini memiliki umur tanaman 110-120 hari, dengan
anakan produktif 20-35 batang. Memiliki rasa nasi pulen. Potensi yang dapat
dihasilkan mencapai 6 ton/ha. IR64 ini baik ditanam di lahan sawah irigasi
dataran rendah sampai sedang. Ketahanan terhadap Hama yaitu tahan wereng coklat
biotipe 1, 2, serta agak tahan wereng coklat biotipe 3.

GAMBAR 2 IR64
»
Raskin
Beras raskin adalah beras yang diberikan
kepada rakyat miskin yang melalui bulog. Beras ini dijual lebih murah di
banding beras yang baru.

GAMBAR 3 beras raskin
» Pandan Wangi
Pandan
Wangi merupakan salah satu varitas lokal yang terkenal karena mempunyai aroma
khas pandan dan rasa yang enak/pulen. Varitas ini dikenal berasal dari daerah
Cianjur dan telah menjadi trade mark Kabupaten Ciajur. Akan tetapi hanya ada 4
kecamatan di Kabupaten Cianjur yang menjadi sentra produksi yakni Cugenang,
Cibeber, Warung Kondang dan Cianjur.

GAMBAR 4 Beras Pandan Wangi (Luh, 1980)
2.1.6
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Serangga Terhadap Inang
1.
Faktor Makanan
Preferensi sejenis serangga terhadap jenis makanan
dipengaruhi oleh stimuli zat kimia chemotropisme yang terutama menentukan bau
dan rasa, mutu gizi dan adaptasi struktur. Tersedianya makanan yang cukup
maksudnya adalah yang cocok bagi kehidupan serangga, bila makanan tidak cocok bagi
hama dengan sendirinya populasi hama tidak akan dapat berkembang sebagaimana
biasanya. Ketidak cocokan makanan dapat timbul karena kurangnya kandungan unsur
yang diperlukan, rendahnya kadar air dalam kandungan makanan, permukaan
material yang keras dan bentuk materialnya (Kartasapoetra, 1991). Sudah
merupakan hukum alam walaupun semua faktor lingkungan cukup baik bagi kehidupan
sarangga, pada akhirnya kehidupan dan perkembangan serangga ditentukan oleh ada
tidaknya faktor makanan.Syarat agar makanan dapat memberikan pengaruh yang baik
adalah tersedianya makanan dalam jumlah
yang cukup dan cocok untuk pertumbuhan serangga.
Makanan yang cukup sangat diperlukan pada tingkat
hidup yang aktif, terutama sejak penetasan telur berlanjut pada stadium larva
dan kadang-kadang pada tingkat setelah menjadi imago (Kartasapoetra, 1991).
Kumbang bubuk beras menyukai biji yang kasar dan tidak dapat berkembang biak
pada bahan makanan yang berbentuk
tepung. Kumbang ini tidak akan meletakkan telur pada material yang halus karena
imago tidak dapat merayap dan akan mati di tempat tersebut.
2. Faktor Kelembaban dan Suhu
Pengaruh kelembaban terhadap perkembangan kumbang
bubuk beras berbeda untuk setiap stadium. Hasil percobaan Hutomo (1972)
menunjukan bahwa pada kelembaban antara 30 –
70%, persentase kematian telur, larva dan serangga dewasa makin tinggi dengan makin rendahnya kelembapan.
Kelembapan yang terlalu rendah, dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi
terhadap telur, larva dan terutama imago
yaitu pada kelembapan 30, 40 dan 50% (Nyoman, 2005).
Pengaruh kelembaban juga sama halnya dengan
temperatur, temperatur yang baik akan
sangat menentukan perkembangan serangga. Kelembaban yang optimum berada
di sekitar 75% sedangkan batas
kelembaban minimum dan maksimum masing-masing mendekati 0% dan 100% (Kartasapoetra, 1991). Perkembangan optimum terjadi pada temperatur
30ºC dan kelembaban relatif 70%.
Perkembangan pada umumnya bisa terjadi pada temperatur 17-34º C dan
kelembaban relatif 15-100%. Apabila kelembaban melebihi 15% kumbang berkembang
dengan cepat .(Pracaya, 1991)
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
besarnya populasi serangga hama di
tempat penyimpanan. Serangga termasuk golongan binatang yang bersifat
heterotermis, oleh karena itu serangga
tidak dapat mengatur suhu badannya sendiri, sehingga suhu badannya mengikuti naik turunnya suhu lingkungannya.
Sebagian besar serangga gudang hidup dan berkembang biak pada kisaran suhu
10-45º C. Dibawah 10º C serangga tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya dan
di atas 45º C mortalitas serangga sangat tinggi. Pada batas 15º C ke bawah, kegiatan serangga mulai berkurang
akibat laju pertumbuhan populasi sangat lambat. Setiap spesies mempunyai suhu
optimal dimana laju pertumbuhan populasi maksimum. Untuk kebanyakan serangga
gudang di daerah tropik kisaran suhu optimumnya adalah sekitar 25-35º C. Di
bawah 20º C, biasanya laju pertumbuhan populasi sangat berkurang. (Nyoman, 2005).
3.
Faktor kadar Air
Produk-produk pertanian yang tersimpan dalam gudang
yang kadar airnya tinggi sangat disukai
hama gudang. Batas terendah kadar air bahan dalam simpanan yang diperlukan bagi
kehidupan normal kebanyakan hama gudang sekitar 8-10% Kadar air yang berbeda
menyebabkan perubahan biji akan berbeda pula. Biji yang berukuran cukup besar
dan kulit luarnya cukup keras, untuk dapat mencapai kadar air di bawah 10-11%
cukup sulit. Biji yang berukuran kecil dengan kulit permukaan yang relatif
lunak umumnya dapat mencapai kadar air yang rendah atau di bawah10% (Tjahjadi,
2002).
4.
Kondisi Fisik Gudang
Kondisi fisik gudang
adalah merupakan faktor penting dalam
penyimpanan komoditi pascapanen. Gudang yang baik adalah gudang yang
memiliki kondisi yang baik.Syarat-syarat gudang yang baik harus di perhatikan
seperti:
·
Atap gudang, perlu
diamati atap gudang terbuat dari jenis apa,apakah atap gudang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan hama tersebut.
·
Dinding gudang, dinding
gudang juga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan hama tersebut.Apabila
dinding ada celah maka akan mempermudah masuknya hama pada komoditi simpanan di
gudang.
·
Adanya alas sebelum
bahan simpan diletakkanjuga mempengaruhi perkembangan hama kareena apabila bahan simpan langsung
bersinggungan dengan lantai maka kelembaban akan meningkat.
·
Ventilasi, Ventilasi
juga berpengaruh pada bahan simpan karena semakin sedikit pentilasi maka tempat
pertukaran udara akan semakin kecil dapat diartikan Ventilasi juga berpengaruh terhadap perkembangan populasi
hama.
·
Lampu penerangan, Lampu penerangan harus ada
dalam ruangan maupun di luar ruangan.
(Triharso, 2004)
2.1.7
Metode Penyimpanan Yang Tepat Saat Pasca Panen
Penyimpanan benih pada jenis benih yang dapat
dikeringkan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu : (1) Keringkan benih
dengan tepat. Makin kering benih ortodoks makin baik benih tersebut dapat
disimpan karrena penguapannya dapat dikurangi, (2) Simpan benih dalam keadaan
kering. Benih harus disimpan dalam wadah tertutup sehingga akan tetap kering,
misal disimpan pada kantong politon yang tebaltoples gelas atau plastik atau
kaleng yang ditutup rapat, (3) Jaga benih dalam udara lembab. Untuk benih yang
dikumpulkan selama udara basah dan embun tidak boleh ditempatkan dalam wadah
tertutup karena kandungan air tinggi menyebabkan penguapan besar, kelembaban
akan tertahan pada wadah tertutup sehingga menyebabkan benih berjamur. Namun
setelah benih dikeringkan,maka penyimpanan harus pada wadah tertutup, (4) Jaga
wadah agar tetap dingin. Suhu penyimpanan benih 3-5 derajat C untuk mengurangi
penguapan, serangan serangga dan jamur. Selain harus dingin, penyimpanan juga
harus kering dan sirkulasi udara yang cukup.
1. Penyimpanan
dingin (refrigeration)
Penyimpanan dingin merupakan cara penyimpanan yang
murah (terjangkau), efektif (bisa digunakan untuk semua komoditas) dan efisien
(dapat dikombinasikan dengan cara-cara penyimpanan yang lain), namun untuk
kondisi daerah tropis yang mempunyai temperatur udara rata-rata cukup tinggi,
penyimpanan hasil pertanian dalam temperatur rendah perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
·
Sifat hasil tanaman. Tanaman yang
berasal dari daerah tropis umumnya tidak tahan temperatur rendah, temperatur
penyimpanan dingin umumnya tidak berada di bawah 120 C. Ketahanan
terhadap temperatur rendah dari berbagai bagian tanaman juga berbeda.
·
Hindari chilling injury (kerusakan hasil tanaman karena temperature
rendah). Penyebab chilling injury bisa karena kepekaan komoditas terhadap
temperature rendah, kondisi tempat penyimpanan, cara penyimpanan dan lama penyimpanan.
·
“Don’t
break the cold-chains.” Penyimpanan dingin dari suatu
hasil tanaman harus berkelanjutan (dalam tataniaga) sampai di tangan konsumen.
2. Perlakuan
bahan kimia
Berbagai tujuan pemberian bahan kimia, antara lain:
·
Insektisida atau Fungisida untuk
mencegah serangan hama dan penyakit setelah panen.
·
Penyerap etilen (ethylene absorber)
untuk mengikat gas etilen yang timbul selama penyimpanan buah agar pematangan
buah dapat diperlambat.
·
Pemberian etilen untuk mempercepat
pematangan atau untuk pemeraman.
·
Pemberian zat penghambat pertunasan
untuk menekan tumbuhnya tunas.
·
Pelilinan untuk mengganti atau menambah
lapisan lilin yang ada di permukaan buah.
(Fraenkel, 1959)
2.2 Patogen Benih
2.1.1
Sumber
Infestasi Patogen Benih
a.
Seed bornediseases
ialah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan oleh tanaman induk.
b.
Seed transmitted
diseases ialah inokulum yang terdapat pada benih dan ditularkan ke tanaman lain
di lahan.
c.
Seed contamination
diseases ialah inokulum yang terdapat pada benih yang berasal bukan dari tanaman
induk.
d.
Benih yang berasal dari
tanaman induk yang mengalami defisiensi unsur hara digolongkan sebagai benih
yang tidak sehat secara fisiologis.
(Heydecker, 1972)
2.1.2
Tujuan
dan Manfaat Evaluasi Kesehatan Benih
1. Untuk
mengetahui apakah dalam benih terdapat mikroorganisme yang bersifat fatogen.
2. Untuk
mengetahui apakah pada benih terdapat nematoda.
3. Untuk
mengetahui kesehatan benih secara fisiologis.
4. Untuk
membandingkan antar seed lot.
5. Untuk
menentukan jenis inokulum yang menginfeksi benih.
6. Untuk
mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan ke berbagai tempat untuk usaha
tani.
7. Untuk
mengevaluasi efek dari festisida yang dipakai untuk perawatan benih.
8. Untuk
mengevaluasi usaha pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh benih di
lapangan.
9. Untuk
survei penyakit benih tingkat regional atau nasional guna mendeteksi
penyebaranya.
10. Untuk
tujuan karantina dalam rangka mencegah masuknya penyakit benih dan sekaligus
mencegah terjadinya penyebaran penyakit benih tersebut.
Manfaat evaluasi kesehatan benih yaitu menghindarkan
benih dari penyakit yang dapat mengganggu perkecambahan
dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil,
benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana
hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya.
(Sutopo,
2002)
2.1.3
Metode
Evaluasi Kesehatan Benih
a. Metode
tanpa inkubasi
1. Metode pengamatan langsung terhadap benih
tanpa bantuan peralatan atau dengan menggunakan bantuan kaca pembesar (lup) dan
dapat juga dibawah mikroskop stereo.
2. Pengujian
dengan perendaman benih.
3. Pengamatan
terhadap suspensi dari pencucian benih. Pengamatan ini dilakukan dengan
menggunakan mikroskop.
b.
Metode setelah inkubasi
1.
Metode blotter
Patogen
yang dapat diketahui dengan metode ini adalah Alternaria, Ascochyta, Botrytis,
Colletotrichum, Drecslera, Fusarium dan Phoma. Dengan melihat gejala penyakit
dan miselium yang terbentuk kadang-kadang
dapat digunakan untuk membedakan jenis tanaman dari cendawan tersebut. Metode
inti mengidentifikasi cendawan patogen dengan
cepat dan tepat karena setiap jenis tanaman menunjukan karakteristik masing-masing seperti bentuk
dan aturan dan spesifik dari konodiospora dan sebagainya.
2.
Metode agar
Di
banding metode blotter metode ini memberikan kondisi yang lebih memasiai untuk
tumbuhnya sporulusai atau gejala adanya serangan penyakit. Sejumlah benih di
letakan pada media agar di dalam petridish. Media agar yang umum di gunakan
adalah malt ekstract dan potato dextract. Untuk mencegah kontaminasi dengan
jasad saprofit maka benih didisinfektan dahulu, sebelum di tempatkan pada media
agar. Masa inkubasi adalah 5-7 hari pada suhu (20±2)0C. Tempat inkubasi juga di
lengkapi dengan lampu NUV dan diatur gelap dan terang masing-masing 12 jam.
3.
Pengujian pada media
pasir
Pengujian ini
dapat memberikan informasi yang lebih mendekati pertumbuhan di lapangan, hanya saja dibutuhkan
waktu pengujian yang agak lama (± 2 minggu). Pada beberapa seed borne ada yang memerlukan masa inkubasi yang lama, sehingga
metode blotter atau agar tidak dapat memberikan gambaran adanya patogen, untuk
hal tersebut digunakan
metode lain yaitu dengan melihat gejala serangan pada kecambah.
4.
Pemeriksaan pertumbuhan
tanaman atau growing plants
Pemeriksaan
gejala penyakit terhadap pertumbuhan tanaman dari benih sering di lakukan
sebagai prosedur untuk mengindentifikasi adanya bakteri, cendawan atau virus
yang terbawa benih. Benih
yang di uji dapat ditabur atau inokulum yang diperoleh dapat digunakan untuk
menginfeksi tanaman yang sehat atau bagian tanaman. Tanaman harus dilindungi
dari infeksi lain yang tidak diharapkan dan menjaga kondisi lungkungan.
(Sutopo,
2002)
2.1.4
Benih
Jagung
Tanaman jagung termasuk class monocotyledone, ordo
graminae, family graminaceae, genus zea, species Zea mays.L (Insidewinme, 2007) dan merupakan tanaman berumah satu
(monoecious), bunga jantan (staminate) terbentuk pada malai dan bunga betina
(tepistila) terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi
masih dalam satu tanaman (Subandi, 2008). Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu
beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah
satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju
fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan
transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Goldsworthy dan Fisher,
1980).
Tanaman jagung berakar serabut terdiri dari akar
seminal, akar adventif dan akar udara (Goldsworthy dan Fisher, 1980), mempunyai
batang induk, berbentuk selindris terdiri dari sejumlah ruas dan buku ruas.
Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang
bervariasi 60-300 cm, tergantung pada varietas dan tempat Selama fase vegetatif
bakal daun mulai terbentuk dari kuncup tunas. Setiap daun terdiri dari helaian
daun, ligula dan pelepah daun yang erat melekat pada batang.
Bunga jantan terletak dipucuk yang ditandai dengan
adanya rambut atau tassel dan bunga betina terletak di ketiak daun dan akan
mengeluarkan stil dan stigma. Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena
struktur bunganya tidak mempunyai petal dan sepal dimana organ bunga jantan
(staminate) dan organ bunga betina (pestilate) tidak terdapat dalam satu bunga
disebut berumah satu (Sudjana, Rifin dan Sudjadi, 1991).
2.1.5
Benih
Kedelai
Klasifikasi dari tanaman kedelai menurut Rukmana dan
Yuyun, 1996 adalah sebagai berikut :
·
Divisio : Spermatophyta
·
Subdivisi : Angiospermae
·
Kelas : Dicotyledonae
·
Ordo : Rosales
·
Famili : Papilionaceae
·
Genus : Glycine
·
Spesies : Glycine
max (L). Merrill
Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik.
Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke
dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar cabang banyak terdapat
bintil akar berisi bakteri Rhizobium
japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari
udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah. Kedelai berbatang
semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang kedelai berwarna ungu dominan berwarna
hijau. Daun kedelai merupakan daun majemuk yang
terdiri dari tiga helai anak
daun
umumnya berwarna hijau muda kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang
segitiga. Bunga kedelai berwarna
putih, ungu pucat atau ungu. Bunga dapat menyerbuk sendiri. Polong kedelai muda berwarna hijau. Warna polong
matang beragam antara kuning hingga kuning kelabu, coklat atau hitam. Biji
kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak diantara
keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau dan
coklat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel
pada dinding buah. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang
bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas.
(Rukmana
dan Yuyun, 1996)
2.1.6
Patogen
Penting Pada Benih Jagung
F. verticilliodes
dominan pada benih jagung bersifat endophytic, berkolonisasi pada bagian internal biji,
dapat ditularkan melalui biji. A. flavus dapat menginvasi kedalam jaringan
melalui luka dan miselia ditemukan pada coleoptile, tidak dapat ditularkan melalui
biji. F. verticilliodes memproduksi
toksin (fumonisin), A. Flavus
memproduksi
aflatoksin. Fumonisin dapat menyebabkan kebutaan, pembengkakan paru-paru, kanker
saluran tenggorakan pada ternak dan manusia. Aflatoksin dapat menyebabkan kanker hati
dan penurunan kekebalan tubuh. Batas toleransi cemaran fumonisin 5 ppm
(kuda), 10 ppm (babi), dan 50 ppm (ternak sapi), sedang aflatoksin 0,5 ppb
(susu), 100 ppb (peternakan babi dan sapi), 200 ppb (ternak unggas).
(Abou, 1995)
2.1.7
Patogen
Penting Pada Benih Kedelai
Salah satu patogen penting benih kedelai yaitu Aspergillus
sp. Infeksi ditemukan di lapangan maupun tempat-tempat penyimpanan benih.
Gejala dapat terlihat pada biji berupa warna coklat kehitam-hitaman dan ada
juga yang menginfeksi sampai pada bagian dalam biji. Patogen Aspegillus sp.
walaupun telah dilaporkan dapat menginvasi bagian internal biji, namun dari
biji yang terinfeksi secara alami oleh A. flavus tidak dapat ditularkan melalui
biji (Wahyuni,
2008)
III. METODE
PELAKSANAAN
2.1
Waktu
dan Tempat
Waktu : 30 April 2012 –
21 Mei 2012
Tempat : Laboratorium
Jurusan HPT Universitas Brawijaya Malang
2.2
Alat,
Bahan dan Fungsi
·
Preferensi Sitophillus
oryzae
ü Beras
Raskin : Sebagai bahan
pengamatan
ü Beras
IR 64 : Sebagai bahan
pengamatan
ü Gelas
Aqua : Sebagai wadah beras
ü Kassa : Sebagai penutup
gelas
ü Karet
Gelang : Sebagai pengerat
kassa
ü Timbangan :
menimbang beras
ü Luv :
membedakan Sitophilus jantan dan betina
·
Evaluasi Kesehatan
Benih
ü Benih
Jagung : Sebagai bahan
pengamatan
ü Benih
Kedelai : Sebagai bahan
pengamatan
ü Tisue : Untuk mengeringkan
benih
ü Aquades : Untuk mencuci benih
ü Wrapping : Sebagai menutup benih
ü Cawan petri :
media tanamn benih jagung dan kedelai
ü PDA : Sebagai media
steril
ü Mikroskop :
mengamati jenis patogen benih
ü Jarum ose :
mengambil koloni jamur
ü Objek dan cover glass : media pengamatan
2.3
Cara
Kerja
- Hama dan Kesehatan Benih



Tutup dengan kain kasa
Amati selama ± 2 minggu
Timbang beras
- Patogen Benih



Direndam aqua steril
ditiriskan
Inokulasi pada media PDA (Potato Dextrose Agar)



Amati selama ± 2 minggu
- Pengamatan Mikroskopis
Ambil koloni jamur dengan jarum ose
Lejtakkan di objek glass
bisa ditetesi aquades steril

Amati dengan mikroskop dengan
perbesara 4,0,4,10
IV.HASIL
DAN PEMBAHASAN
2.4 Hama
(Serangga) Pasca Panen
a)
Tabel1. Pengamatan Intensitas
Kerusakan Beras Dalam Satuan Gram
No.
|
Waktu Pengamatan
|
Bobot Beras Basah
|
|
Beras IR 64
|
Beras Raskin
|
||
1.
|
30 April 2012
|
10 g
|
10 g
|
2.
|
04 Mei 2012
|
9,6 g
|
9,4 g
|
3.
|
8 Mei 2012
|
9,8 g
|
9,6 g
|
4.
|
14 Mei 2012
|
10,7 g
|
10,2 g
|
b)
Perhitungan
Presentase Tingkat Kerusakan Benih
-
Beras IR 64

Bobot total beras
mula-mula

10
-
Beras Raskin

Bobot
total beras mula-mula

10
c)
Dokumentasi
Pengamatan
Beras
IR 64
|
Pengamatan 1
![]() |
Pengamatan 2
![]() |
Pengamatan 3
![]() |
Beras Raskin
|
![]() |
IR 64
![]() |
Raskin
![]() |
d.
Jumlah individu Sithopilus oryzae
Dari
hari pertama pengamatan hingga 14 hari pengamatan jumlah individu Sitophilus oryzae tetap 2 ekor. Yaitu 1
betina dan 1 jantan.
Berikut adalah gambar literatur
dari:
1.
Gambar1.
Beras IR 64 dengan Sitophillus
oryzae

2.
Gambar2. Sitophillus oryzae

e.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama ± 2 minggu, dimana
telah disajikan dalam tabel1 dapat diketahui bahwa preferensi Sitophillus oryzae lebih dominan pada beras IR 64. Hal ini juga dapat
dilihat pada hasil perhitungan, presentase tingkat kerusakan Sitophillus oryzae pada beras IR 64 sebesar 7% sedangkan pada beras
raskin 2%. Untuk perkembangan dari Sitophillus
oryzae tidak mengalamai
pertambahan jumlah, artinya selama ± 2 minggu pengamatan jumlah Sitophillus oryzae tetap sebanyak 2 ekor (sepasang). Banyak faktor yang
menyebabkan perbedaan preferensi Sitophillus
oryzae terhadap ketiga jenis beras
tersebut, salah satunya yaitu kadar air, semakin tinggi kadar air bahan, maka
semakin tinggi tingkat perkembangan serangga hama gudang.
Selain kadar air, dalam literature dikatakan bahwa berkembangnya
serangga hama gudang berhubungan dengan kadar amilosa, bentuk beras, kekerasan
dan kandungan nutrisi beras. Menurut Damardjati dan Siwi (1982) kadar amilosa
yang tinggi akan menurunkan daya cerna pati oleh α-amilase yang terdapat dalam
air liur serangga. Dengan menurunnya daya cerna pati maka, kandungan gula
perduksi yang dihasilkan melalui pemecahan pati oleh α-amilase dan β-amilase
menjadi rendah. Berdasarkan hal ini, maka gula yang dikonversi oleh serangga
untuk menjadi energi menjadi rendah, maka perkembangan serangga menjadi lambat
dan populasi serangga menjadi rendah.
Perkembangan serangga, serangga hama gudang sangat menyukai beras pecah
kulit yang masih memiliki
lapisan aleuron yang kaya akan protein. Ketebalan
lapisan ini tergantung pada varietas. Varietas yang memiliki bentuk beras yang
lebih pendek dan bulat cenderung mempunyai lapisan sel yang banyak dibandingkan
dengan varietas yang panjang dan lonjong. Perkembangan telur sampai dewasa dari
Sitophillus
oryzae di dalam
biji beras sehingga hama ini akan memilih beras dengan ukuran dan bentuk yang
mampu menjadi tempat perkembangnya serta tempat makannya.
Dari pernyataan di atas apabila dikaitkan dengan hasil pengamatan maka dapat
dikatakan sesuai dengan literature bahwa kerusakan yang lebih banyak terdapat
pada beras IR 64 dibandingkan dengan beras raskin.
4.2 Patogen Benih
·
Dokumentasi Mikroskopis
Koloni Patogen yang Berada di Cawan Petri
Jagung
|
Kedelai
|
Jagung Sampel I
![]() |
Kedelai Sampel I
![]() |
Jagung Sampel II
![]() |
Kedelai Sampel II
![]() |
Jagung Sampel III
![]() |
Kedelai Sampel III
![]() |
Jagung Sampel IV
![]() |
Kedelai Sampel IV
![]() |
Jagung Sampel V
![]() |
Kedelai Sampel V
![]() |
·
pengamatan
patogen pada jagung dan kedelai
Benih
|
Koloni Patogen
|
Kenampakan Mikroskopis
|
Patogen yang diduga
(Genus/spesies)
|
Peran Koloni
|
Jagung
|
![]() |
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Aspergillus sp
|
Dapat
menyebabkan kerusakan pada benih.
|
Kedelai
|
![]() |
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Rhizopus sp.
|
Menguntungkan
bagi benih dan tidak menyebabkan kerusakan
|
·
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 40, didapatkan hasil bahwa pada benih jagung
terdapat cendawan jamur jenis Rhizopus sp. Hal ini
dicirikan dengan adanya kumpulan miselia pada bagian permukaan biji jagung
menyebar hingga ke media, berwarna keputih-putihan. Sedangkan pada benih
kedelai terdapat 2 jenis patogen, dimana patogen ini temasuk jenis jamur, hanya
saja untuk genus Aspergillus
dicirikan dengan sporangiofor hialin dan soprangium hitam. Untuk genus Mucor dicirikan
dengan sporangium coklat kehitaman dengan
bentuk kotak spora bulat. Dari hasil
tersebut maka dapat dikatakan kedua benih termasuk benih tidak sehat. Pasalnya benih
dikatakan sehat kalau benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa bakteri,
cendawan, virus maupun nematoda.
Terdapat 3 cara bagaimana jamur bisa terbawa benih.
Cara pertama adalah dengan kontaminasi yaitu benih itu terbawa jamur di
permukaan benih. Cara kedua adalah infestasi, yaitu jamur tercampur oleh gulma
atau sesuatu yang membawa jamur. Cara ketiga yaitu infeksi, yaitu terbawanya
jamur sejak masih dibenih itu sendiri.
Berikut adalah ciri-ciri
dari cendawan/patogen yang terdapat pada benih jagung dan kedelai:
1.
Benih Jagung : Rhizopus sp
Gejala visual Rhizopus sp pada biji jarang ditemukan, namun setelah ditumbuhkan pada kertas
steril, akan nampak keputih-putihan, demikian pula pada media PDA. Pertumbuhan
miselia agak cepat, halus dan putih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan
dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari1000µm dan
diameter 10-18µm. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam
kecoklatan, dengan diameter 100-180µm.
2.
Benih Kedelai
a.
Aspergillus
sp
Aspergillus sangat mudah dikenali, baik dari morfologi selnya
maupun dari morfologi koloninya. Aspergillus niger mempunyai kepala
pembawa konidia yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam
coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya
bersepta, spora yang bersifat seksual dan tumbuh memanjang di alas stigma,
mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen
yangcukup.
b.
Mucor sp
Koloni pada
media PDA dicirikan pada mulanya berwarna putih kemudian menjadi coklat
keabu-abuan dengan diameter koloni pada hari pertama 2 cm dan pada hari keempat
diameter koloni mencapai 7,8 cm (1,95 cm/hari) dan pada umur 10 hari koloni
bwrwarna putih keabu-abuan serta koloni telah memenuhi cawan petri.
Sporangiofor bercabang, konidiofor berwarna hijau muda hingga
kecoklatan,
dapat bercabang maupun tidak berdiameter 3,8-4,5 µm. Sporangium berwarna kuning
kecoklatan dengan diameter 6,8-7,2 µm.
(Heydecker, 1972)
Salah satu faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap kualitas pangan dan pakan dari jagung adalah infeksi
cendawan Aspergillus spp. Cendawan tersebut dominan ditemukan pada jagung dalam
penyimpanan (Muis et al. 2002). Infeksi awal terjadi pada fase silking di
lapang, kemudian terbawa oleh benih ke tempat-tempat penyimpanan (Schutless et
al. 2002). Patogen-patogen tersebut kemudian berkembang dan memproduksi
mikotoksin, sehingga bahan pakan menjadi rusak dan bermutu rendah. Di daerah
beriklim tropis, suhu, curah hujan, dan kelembaban yang tingi serta media
penyimpanan tidak memadai, sangat mendukung perkembangan patogen-patogen
tersebut. Secara umum pengertian mikotoksin yang dihasilkan oleh cendawan
seperti Aspergillus spp adalah hasil metabolisme sekunder yang bersifat toksik.
Bath dan Miller (1991) serta Munclovd (2003) melaporkan bahwa mikotoksin dari
A. flavus banyak mencemari produk-produk pertanian di berbagai negara. Di
Indonesia, aflatoksin juga merupakan mikotoksin yang dominan mencemari produk
pertanian, terutama jagung dan kacang tanah (Bachri 2001).
Dari beberapa spesies Aspergillus spp.,
A. flavus teridentifikasi sebagai penyakit penting yang menginfeksi biji
jagung. Inang utama A. flavus adalah jagung, kacang tanah, dan kapas. Penyakit
ini mempunyai banyak inang alternatif, sekitar 25 jenis tanaman, khususnya
padi, sorgum, dan kacang tunggak (CAB International 2001). Pakki dan Muis
(2006) melaporkan bahwa A. flavus ditemukan pada fase vegetatif dan generatif
tanaman, serta pascapanen jagung.
Pada jagung, gejala Aspergillus spp.
ditandai cendawan berwarna hitam, (spesies A. niger) dan berwarna hijau (A.
flavus). Infeksi A. flavus pada daun menimbulkan gejala nekrotik, warna tidak
normal, bercak melebar dan memanjang, mengikuti arah tulang daun. Bila
terinfeksi berat, dan berwarna coklat kekuningan seperti terbakar. Gejala
penularan pada biji dan tongkol jagung ditandai oleh kumpulan miselia yang
menyelimuti biji. Hasil penelitian Pakki dan Muis (2006) menunjukkan adanya
miselia berwarna hijau dan beberapa bagian agak coklat kekuningan. Pada klobot
tongkol jagung, warna hitam kecoklatan umumnya menginfeksi bagian ujung klobot,
perbedaan warna sangat jelas terlihat pada klobot tongkol yang muda. Bentuk
konidia bulat sampai agak bulat umumnya menggumpal pada ujung hipa berdiameter
3-6 μm, sklerotia gelap hitam dan kemerahan, berdiameter 400-700 μm. Konidia A.
flavus dapat ditemukan pada lahan pertanian. Pada areal lahan pertanaman jagung
1.231/g tanah kering (Shearer et al. 1992). Keadaan ini menggambarkan bahwa
populasi koloni pada media tumbuh jagung dapat menjadi sumber inokulum awal
untuk perkembangannya. Perkembangan sklerotia dari tanah sampai mencapai rambut
jagung hanya dalam tempo 8 hari (Wicklow et al. 1984).
Berdasarkan
struktur tubuh dan reproduksinya rhizopus termasuk fungi pada devisi
Zygomycota. Struktur Tubuh Rhizopus mempunyai tiga tipe hifa,yaitu: Stolon,
hifa yang membentuk jaringan pada permukaan substrat. Rizoid, hifa yang
menembus substrat dan berfungsi sebagai jangkar untuk menyerap makanan.
Sporangiofor, hifa yang tumbuh tegakpada permukaan substrat dan memiliki
sporangium globuler di ujungnya .
Rhizopus
bereproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual adalah
dengan spora nonmotil yang dihasilkan oleh sporangium, sedangkan reproduksi
seksualnya dengan konjugasi.
Habitat
di darat, di tanah yang lembab atau sisa organisme mati. Hifanya bercabang
banyak tidak bersekat saat masih muda dan bersekat setelah menjadi tua.
Miseliumnya mempunyai tiga tipe hifa yaitu : stolon (hifa yang membentuk
jaringan di permukaan, rhizoid (hifa yang menembus substrat dan berfungsi untuk
menyerap makanan), sporangiofor (tangkai sporangium). Berkembangbiak dengan
cara vegetatif yaitu membuat sporangium yangmenghasilkan spora. Generatif yaitu
dengan konjugasi dua hifa (-) dan hifa (+). Reproduksi vegetatif dengan cara
membentuk spora tak berflagel (aplanospora) dan generatif dengan cara
gametangiogami dari dua hifa yang kompatibel dengan menghasilkanzigospora
V.PENUTUP
2.5 Kesimpulan
1.
Hasil pengamatan
sesuai dengan literature, dalam pengamatan preferensi Sitophillus oryzae dominan pada beras IR 64. Varietas beras dengan kadar
air yang rendah, kandungan amilosa yang tinggi, bentuk beras yang ramping serta
butir mengapur yang rendah akan lebih tahan/resisten terhadap serangan serangga
hama gudang Sitophillus
oryzae.
2.
Hasil pengamatan mikroskopis benih jagung
didapatkan cendawan/patogen jamur jenis Rhizopus sp, sedangkan pada benih kedelai didapatkan
cendawan/patogen jamur juga namun jenis Aspergillus sp dan Mucor sp.
Dengan adanya patogen tersbut maka benih jagung dan kedelai dikatakan dalam
kategori benih tidak sehat.
2.6 Saran Praktikum
Untuk praktikum kedepannya diharapkan lebih bisa dikondisikan. Jika
dalam kelompok sudah melebihi mutan, sebaiknya dibagi lagi/disuruh pindah ke
kelompok lain sehingga pembagian tugas dan penguasaan materi lebih kondusif.
2.7 Kesan Praktikum Atau Asisten
Untuk pemberian dan pengusaan materi sudah cukup baik. Hanya saja
terlalu cepat dalam menjelaskannya. Kalau bisa membagi rata tugas pengamatan
sehingga semua praktikan ikut andil dalam praktikum. Lebih tegas dalam
mengontrol praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abou, Z, A.M. 1995. Effect of Ustilago
maydis (DC) corda and its toxin on some maize. Journal
of Phytopathology 143(10):557-580.
Anonymousa.
2012. Beras IR 64. http://mutosorganik.com/produk.php?id=1. diakses pada tanggal
23 Mei 2012.
Anonymousb.
2012. Beras Raskin. http://mutosorganik.com/produk.php?id=3. diakses pada
tanggal 23 Mei 2012.
Anonymousc.
2012. Beras Pandan Wangi Putih. http://mutosorganik.com/produk.php?id=2.
diakses pada tanggal 23 Mei 2012.
Damardjati,
D.S. & B.H. Siwi. 1982. Kadar dan Mutu Protein Beras serta Permasalahannya.
Makalah yang disampaikan dalam Simposium Nasional Pangan dan Gizi.26-28
Nopember. Yogyakarta.
Fraenkel GF.
1959. The raison d’etre of secondary plant substances. Science 129:1466-1470.
Goldsworthy
dan Fisher. 1980. Principles and practices of seed storage. Castle House Bubl.
Ltd. 289 p.
Heydecker,
W. 1972. Seed Ecology. The Pennsylvania State University Press, University Park
and London. pp 1-3.
Insidewinme.
2007. Principles of cultivar development. Vol. 1. Theory and technique. Iowa
State University. New York.
Kalshoven. 1981. CIMMYT 1999-2000, world
maize fact and trends. Meeting world maize needs. technological opportunities
and priorities for the public sector. CIMMYT, Mexico.
Kertasapoetra.
1991. Hama Hasil Tanaman Dalam
Gudang. PT RINKA CIPTA: Jakarta.
Koehler.
2012. Sitophillus oryzae.
http://edis.ifas.ufl.edu/ig120. diakses pada tanggan 23 Mei 2012.
Mudjiono,
G.. 1998. Hubungan Timbal Balik Serangga-Tumbuhan. Lembaga Penerbitan Fakultas
Pertanian Brawijaya: Malang.
Pracaya. 1991. Hama dan Penyakin Tanaman. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Rukmana, Rahmat.
1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Jogjakarta.
Sudjana,
Rifin dan Sudjadi. 1991. Research on association of seed physical properties to
seeds quality. Prepared for Seed Research Workshop. AARP II Project, Sukamandi,
Indonesia.
Sutopo, L. 2002.
Teknologi Benih. Fakultas Pertanian UNIBRAW: Malang.Wahyuni, Yeni. 2008.
Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman Padi, Jagung, dan Kedelai (Brosur).
Balai Proteksi Tanaman Padi, Palawija, dan Hortikultura. Provinsi Nusa Tenggara
BaraT
LAMPIRAN
|



|
|
|
|
|











Tidak ada komentar:
Posting Komentar