Senin, 04 Juni 2012

EKSTENSIFIKASI PERTANIAN





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
                  Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. UU No.7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat. mayoritas mata pencaharian masyarakat Indonesia adalah di sector pertanian.
                  Populasi penduduk yang kian meningkat tidak sebanding dengan luasnya lahan yang digunakan untuk pemukiman. Sedangkan kebutuhan akan pangan terus meningkat sangat tajam. Akibatnya lahan-lahan produktif yang seharusnya dapat digunakan sebagai lahan pertanian yang manghasilkan kini mulai berkurang. Ekstensifikasi pertanian harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan produksi hasil pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan pangan, Ekstensifikasi pertanian adalah usaha peningkatan produksi pangan dengan meluaskan areal tanam,
            Bersangkutan dengan hal tersebut, perlu adanya pengembangan dalam bidang pertanian. Tersedianya lahan pertanian yang cukup dan meningkatnya produktivitas pertanian memang suatu kebutuhan dan keharusan dalam usaha mencukupi ketersediaan pangan nasional sekaligus dasar bagi upaya meningkatkan kesejahteraan petani kita.

1.2 Tujuan
·         Mengetahui pelaku ekstensifikasi pertanian
·         Mengetahui tentang macam-macam ekstensifikasi pertanian
·         Mengetahui tentang dampak dilakukan ekstensifikasi pertanian

1.3 Manfaat
·         Bagi petani, dapat memahami tentang ekstensifikasi pertanian
·         Bagi pembaca, dapat mengetahui manfaat dan dampak dari ekstensifikasi pertanian
·         Bagi masyarakat, dapat memperoleh ilmu tentang adanya ekstensifikasi pertanian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelaku ekstensifikasi pertanian
            Untuk mengatasi masalah kurangnya lahan produktif pertanian, maka akan dilakukan ekstensifikasi pertanian. Perluasan lahan dengan cara mencari lahan-lahan baru yang bisa ditanami tanaman dan menghasilkan produksi tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

            Ekstensifikasi pertanian ini bisa dilakukan oleh perseorangan (petani) maupun mengikuti program yang telah dilakukan oleh pemerintah. Biasanya, ekstensifikasi pertanian atau perluasan lahan pertanian ini dilakukan secara mandiri, berkesinambungan dan mendapat pengawasan penuh dari pemerintah. Salah satunya adalah dengan menggerakkan program transmigrasi.
                                                                                                                        (Anonymous a,2012) 2.2 Macam-macam ekstensifikasi pertanian
·         Perluasan lahan pertanian dengan pembukaan hutan baru
Ekstensifikasi pertanian dengan melakukan perluasan dan pembukaan hutan yang masih tertutup atau belum pernah dijadikan lahan pertanian. Sebenarnya, sistem nomaden atau berpindah-pindah ladang yang dilakukan masyaratakat di Indonesia sejak dulu merupakan hasil dari perluasan lahan yang mandiri. Pembukaan hutan ini dapat dilakukan secara serentak maupun perseorangan. Membuka hutan baru yang lahannya masih subur diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian.
  • Perluasan lahan pertanian dengan pembukaan lahan kering
Ekstensifikasi pertanian dengan pembukaan lahan kering memerlukan penanganan lebih khusus. Lahan kering merupakan sebuah lahan yang memiliki tanah kering, kurang subur dan mudah terbawa air/erosi. Dalam pemanfaatannya, lahan kering harus diberi perlakuan tambahan agar dapat meningkatkan produksi pertanian. Salah satu caranya adalah dengan menanam tanaman yang dapat meningkatkan kesuburan tanah seperti jenis kacang-kacangan, pohon Lamtoro yang bisa menambah kandungan nutrisi dalam tanah.
  • Perluasan lahan pertanian dengan pembukaan Lahan gambut
Lahan gambut merupakan lahan yang sangat potensial untuk ditanami. Lahan ini sangat subur dan berair. Lahan ini dapat digunakan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman. Di Indonesia, lahan gambut ini banyak terdapat di Sumatera dan Kalimantan.
                                                                                                                        (Anonymousb,2012)
2.3 Dampak dari dilakukan ekstensifikasi pertanian
            Terlepas dari tingginya permintaan akan kebutuhan pangan, ada dampak negatif yang akan ditimbulkan dari dilakukannya ekstensifikasi pertanian ini. Dampaknya antara lain:
·         Rusaknya ekosistem pada lahan-lahan tertentu
Dengan dibukanya lahan-lahan pertanian seperti pada hutan, lahan gambut, tentu saja dapat meruak ekosistem yang ada di sekitarnya. Dengan adanya kegiatan bercocok tanam dan pemukiman penduduk yang baru tentu mengganggu populasi hewan dan tumbuhan. Selain itu, hutan sebagai sumber produksi Oksigen terbesar yang sangat penting bagi manusia juga ikut hilang.
·         Berkurangnya habitat alami hewan di alam
Ekstensifikasi petanian ini dapat menyebabkan hewan yang tinggal dan hidup di alam menjadi terganggu habitatnya dan mulai tersingkir tempat hidupnya lebih jauh lagi. Tidak heran jika ada rombongan Gajah atau Harimau yang datang menyerang pertanian dan merusaknya karena mereka kelaparan dan tidak memiliki tempat tinggal lagi.
                                                                                                                        (Anonymousb,2012)



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pelaksanaan Proyek Lahan Gambut
arahan
            Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektare di Propinsi Kalimantan Tengah dilaksanakan berdasarkan Instruksi Presiden tanggal 5 Juni 1995 tentang Ketahanan Pangan, diikuti oleh Keputusan Presiden No. 82 tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan utama dari Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar yaitu mengkonversi hutan rawa gambut (wet land) yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah menjadi sawah guna mempertahankan swasembada beras yang telah dicapai Indonesia pada tahun 1984. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan pangan dilakukan dengan membuka areal baru (ekstensifikasi), meningkatkan intensitas tanam dan usaha intensifikasi lainnya dengan tujuan meningkatkan produksi.
            Tujuan yang akan dicapai dari kajian ini adalah memberikan arahan kepada Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah di Kalimantan Tengah dalam menata ulang rencana pemanfaatan kembali kawasan eks-PLG.
            Sasaran dari kajian ini yaitu tersusunnya rencana yang komprehensif dan terintegrasi sebagai dasar pengembangan dan pengelolaan kawasan eks Proyek PLG di Kalimantan Tengah sesuai dengan tugas yang dimandatkan kepada Tim Ad Hoc, yaitu melakukan :
(1)       Evaluasi penanganan kawasan Eks PLG di Kalimantan Tengah;
(2)       Penyiapan konsep rehabilitasi kawasan Eks PLG di Kalimantan Tengah;
(3)       Penyusunan mekanisme penanganan kawasan Eks PLG di Kalimantan Tengah melalui koordinasi tim terkait; dan
(4)       Penyiapan rekomendasi alternatif rehabilitasi kawasan Eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. 
3.2  Dampak Pembukaan PLG (Proyek Lahan Gambut)
Proyek PLG yang pada awalnya dilaksanakan tanpa didahului Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL menyusul kemudian setelah proyek PLG berjalan hampir setahun).   telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik, biologi, dan sosial.  Dampak-dampak negatif tersebut antara lain :
(1)    Pembuatan saluran primer induk (SPI) sepanjang 187 kilometer yang menghubungkan Sungai Kahayan, Sungai Kapuas dan Sungai Barito serta memotong cukup banyak anak sungainya telah berakibat berubahnya pola tata air, dan kualitasnya.  Pembuatan saluran tersebut telah membongkar lapisan gambut, sehingga timbul senyawa pirit yang bersifat racun, dan kondisi inilah yang menjadi penyebab kematian ikan secara masal yang disebabkan oleh perbedaan yang menyolok antara pH pada saluran irigasi (3,5 – 4) dengan pH air sungai (5,5 – 6,5).  Kondisi ini telah terbukti dengan terjadinya kematian ikan secara masal yang yang terjadi di Sungai Mangkatip dan anak-anak Sungai Barito yang disebabkan menurunnya pH perairan akibat dari pematusan air melalui kanal-kanal yang digali.  Lapisan gambut yang tergali menjadi terekspos sehingga menghasilkan senyawa pirit yang beracun bagi ikan.
(2)      Penebangan pohon di hutan rawa gambut mengakibatkan daya serap permukaan tanah berkurang, kondisi ini menyebabkan sering terjadinya banjir di musim penghujan, sebaliknya pada musim kemarau lahan gambut lebih mudah terbakar, dan kebakaran lahan gambut 1997 merupakan salah satu penyumbang karbon yang cukup besar di udara.
(3)      Beberapa spesies tumbuhan langka yang dilindungi seperti ramin (Gonystylus spp), jelutung (Dyeralowii), kempas (Koompassia malaccensis), ketiau (Ganua motleyana), dan nyatoh (Dichopsis elliptica) terancam punah, selain itu keberadaan ekosistem air hitam (black water ecosystem) dan ikan khas yang hidup di dalamnya, seperti manau tempahas (Calamus manau) menjadi terancam,  padahal ekosistem air hitam ini merupakan kawasan khas di lahan gambut.
(4)      Pembukaan lahan gambut menimbulkan dampak menurunnya produksi di sektor perikanan, kondisi ini dapat dilihat dari hilangnya beje dan tatah (teknik penangkapan ikan secara tradisional) di beberapa desa seperti di Dadahup, Terantang, dan Lamunti. Sebelum proyek PLG dilaksanakan produksi ikan dari beje dan tatah di daerah kajian sekitar 500 – 2000 kg/beje/tahun dengan total produksi sekitar 2000 ton/tahun atau senilai 10 milyar rupiah. Namun setelah proyek PLG dilaksanakan, pada tahun 2000 produksi beje yang masih tersisa menurun sangat drastis antara 5 – 150 kg ikan/beje atau sekitar 10 – 20 ton ikan senilai 75 juta rupiah (Kartamihardja dan Koeshendrajana, 2001).
(5)      Dampak sosial bagi masyarakat lokal yaitu hilangnya sumber pendapatan dari hasil hutan seperti karet, berbagai jenis tanaman obat, satwa buruan, serta “purun“ yaitu jenis tanaman yang digunakan untuk membuat tikar, serta berkurangnya lahan perikanan dan menurunnya hasil tangkapan ikan, kondisi ini mengakibatkan menurunnya pendapatan masyarakat lokal di sekitar proyek PLG secara drastis.  Kondisi ini menyebabkan kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi bertambah miskin, dan apabila tingkat kemiskinan tinggi kondidi ini sksn menjadi penyebab meningkatnya kerawanan di sektor keamanan.
(6)      Proyek PLG juga melanggar sistem tata ruang yang sudah disepakati masyarakat adat, mengingat masyarakat mempunyai zonasi tata guna lahan sendiri yaitu 3 kilometer dari pinggiran sungai, berupa lahan subur yang diijinkan untuk kegiatan budidaya, dan lebih dari 3 kilometer hingga 5 kilometer adalah hutan adat yang dimiliki secara komunal yang dapat dimanfaatkan berdasarkan kesepakatan adat.  Proyek PLG telah merubah tata ruang yang telah disepakati masyarakat adat.
(7)      Proyek ini menyisakan berbagai masalah sosial dan lingkungan, seperti nasib buruk para transmigran yang pada umumnya belum menguasai pengolahan pertanian lahan basah, dan masyarakat setempat tergusur dari lahannya.       

3.3 Pendekatan  dan Penangan
  Upaya penyelesaian masalah dan penanganan kawasan eks PLG pada prinsipnya diarahkan pada pengembangan kawasan guna meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat setempat (local community) bersama-sama dengan transmigran di dalam suatu ekosistem lahan basah yang harmonis.  Belajar dari kegagalan Proyek PLG sebagai akibat dari kegiatan pembangunan yang serba tergesa-gesa dan terlalu ambisius tanpa diawali perencanaan yang matang dan terpadu, diperlukan pendekatan penanganan kawasan eks PLG yang mengedepankan proses perencanaan dan persiapan secara terpadu dan realistis, agar seluruh program yang diusulkan dapat dioperasionalisasikan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal dan transmigran pada kawasan tersebut.
Dalam rangka pengembangan wilayah yang berkelanjutan, perlu dirumuskan pendekatan pembangunan di kawasan eks PLG yang disesuaikan dengan daya dukung dan karakteristik ekosistemnya, dengan titik berat pada upaya pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan potensi-potensi di dalam kawasan.  Pendekatan yang diterapkan dalam  rangka  pengelolaan kawasan eks PLG di Provinsi Kalimantan Tengah terdiri atas beberapa aspek, yaitu (1) Aspek Legal, (2) Aspek Penataan Ruang, (3) Aspek Produksi, (4) Aspek Konservasi, (5) Aspek Pengembangan Sumberdaya Air, dan (6) Aspek Kelembagaan.
(1)   Aspek Legal
         Proyek PLG dimulai pelaksanaannya berdasarkan Keppres No 82 tahun 1995, Keppres Nomor 74 tahun 1998, Keppres Nomor 133 Nomor 1998, dan terakhir Keppres Nomor 80 Tahun 1999 yang pada akhirnya tidak terselesaikan secara baik dengan meninggalkan berbagai persoalan.  Untuk itu pelaksanaan  penyelesaian masalah  dan persoalannya  seharusnya juga dirancang melalui  Keppres.
(2)   Aspek  Penataan Ruang
Penanganan kawasan eks PLG dengan pendekatan penataan ruang meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, secara terintegrasi dengan pengembangan wilayah sekitarnya dengan mem-perhatikan keserasian lingkungan, keterkaitan fungsional, keseimbangan dan peranannya dalam mendorong pengembangan wilayah.
Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan :
-      Keserasian, keselarasan dan kesimbangan fungsi budidaya (produksi) dan fungsi lindung (konservasi), dimensi waktu, teknologi, sosial budaya serta fungsi pertahanan keamanan.
-      Aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi dan estetika lingkungan serta kualitas ruang.
(3)   Aspek  Produksi
Proyek PLG, disiapkan dalam rangka suatu upaya menumbuhkan suatu kawasan dengan  dorongan  peningkatan kesejahteraan pemukim melalui proses produksi pertanian, perkebunan, perikanan  dan usaha produksi yang lain. Pengelolaan kawasan eks PLG dikembangkan melalui peningkatan produktivitas wilayah.
(4)   Aspek Konservasi
Pengelolaan kawasan eks PLG pada dasarnya adalah pengelolaan kawasan yang rusak karena  dalam  pembukaannya sedikit sekali memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Karena itu, konservasi adalah pendekatan  penting dalam pengelolaan kawasan eks PLG, baik sebagai kawasan lindung ataupun kawasan konservasi.
         Pada prinsipnya aspek konservasi pada prinsipnya bertujuan untuk menjaga fungsi hutan gambut dengan kedalaman > 3 meter dalam menjaga tata air dan mempertahankan keseimbangan ekologi ekosistem hutan alam gambut baik flora dan fauna yang khas pada lahan gambut.  Selain itu ekosistem gambut juga merupakan cadangan karbon yang sangat tinggi (carbon sink). 
(5)   Aspek Pengembangan Sumberdaya Air 
Pendekatan Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Daerah Aliran Sungai (DAS) dimaksudkan agar pengelolaan wilayah sungai atau DAS tersebut dapat dilaksanakan secara terpadu (multisector) dan komprehensif dari hulu hingga hilir, kualitas dan kuantitas sumberdaya air, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.  Pengelolaan-nya sesuai dengan prinsip ”one river one plan one integrated manajemen”.
(6) Aspek kelembagaan
Dalam hal ini integrasi berbagai instansi dan sektor terkait sangat diperlukan dalam suatu kelembagaan yang opersional dan mapan, sehingga tumpang tindih kepentingan dan pengulangan (duplikasi program maupun kegiatan atau proyek) dapat dihindari.

3.4 Strategi Penanganan


Di dalam penentuan strategi, penanganan Eks PLG di Kalimantan Tengah didasarkan pada urutan nalar sebagai berikut :
(1).       Proyek  PLG dimulai dengan suatu Keppres  82 Tahun 1995,  dengan demikian strategi penyelesaiannya harus mengikuti  dan memperhatikan peraturan perundangan yang diterbitkan selama dan sampai dengan berakhirnya Proyek PLG.
(2).       Keppres terakhir yang  menyangkut pelaksanaan Proyek PLG adalah Keppres No. 80 tahun 1999. Dengan demikian, penentuan strategi yang dapat dibuat adalah   berlandaskan arahan  yang digariskan dalam Keppres  No. 80 tahun 1999 tersebut, khususnya pada pasal 1, Keppres No. 80 tahun 1999, penyelesaian masalah  kawasan Eks PLG. 
            Berdasarkan permasalahan dan gambaran atau keadaan  terakhir kawasan Eks PLG, maka di dalam menentukan strategi perlu dipertimbangkan dengan menghimpun pemikiran-pemikiran, menentukan prioritas, mengkaitkan dengan Keppres 80 Tahun 1999, serta membangun model penyelesaian.  Bagaimana menyusun kerangka solusi, maka muatan Keppres No 80 Tahun 1999 harus menjadi acuan utama serta memperhatikan masalah-masalah yang muncul paling terakhir.
            Dalam menganalisa pilihan solusi dan strategi tetap harus memperhatikan masalah yang mungkin dapat timbul dari substansi Keppres Nomor 80 Tahun 1999 serta masalah mutakir yang muncul pasca Proyek PLG.  Dengan diimplementasikannya perencanaan pengembangan dan dan pengembangan kawasan eks PLG melalui dokumen perencanan terpadu ini, maka untuk mengevaluasi perlu dimonitor untuk perbaikan terus menerus (continuing improvement).



BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
·         Ekstensifikasi Pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.
·         Dari pembahasan dapat disimpulkan walaupun diperlukan perhatian yang serius dalam penanganan kawasan eks Proyek PLG, keterbatasan yang ada perlu juga diperhatikan.  Program-program dalam integrated plan perlu ditetapkan prioritasnya berdasarkan urgensinya, ketersediaan anggaran, waktu, dampak, maupun tenaga yang tersedia, terpenting adalah penjadwalan yang tertib.  Disamping itu, dalam pelaksanaan setiap rencana dan program diperlukan strategi, indikator dan asumsi-asumsi penting yang melandasinya, sehingga rencana dan program tersebut dapat dilaksanakan secara transparan, partisipatif dan bertanggung gugat (accountable)

4.2 Saran
           Dari pembahasan di atas maka saran yang dapat diberikan yaitu pemerintah seharusya perlu menetapkan kawasan konservasi pertanian sebagai bagian dari upaya konservasi alam and budaya. Selain itu, pemerintah perlu mengendalikan terjadinya ekstensifikasi pertanian. hal tersebut dimaksudkan agar  lahan pertanian dapat digunakan sebagai lahan yang baik untuk memenuhi pangan Negara.



DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa,2012.Ekstensifikasipertanian.http://www.plnntt.co.id/showthread.php?t=14957&pa                                ge=1.Diakses  18 May 2012
Anonymousb,2012.Ekstensifikasipertanian. http://zen2011.student.umm.ac.id/ Diakses  18 May                                    2012
Syahyuti.http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=12                                 6&Itemid=60. 18 May 2012
Ringkasan Eksekutif Bahan A : Pekerjaan Perencanaan Konfrehensif Proyek PengembanganDaerah                        Rawa, Depdiknas – UGM – Lembaga Penelitian Sumberdaya Lahan :SPM No. 11/SPMK-        PR/2000, tanggal 5 September 2000, Kontrak No. 03/SPPK/P2PR-KT/IX/2000.





Tidak ada komentar: